Sisi lain, Pasal 2 dari Perpres ini menjelaskan tujuan percepatan pembangunan untuk menyediakan dan mengelola layanan dasar seperti hunian, kesehatan, pendidikan, sosial dan budaya, energi, telekomunikasi, transportasi, air minum, sanitasi, fasilitas kedaruratan, pemakaman umum, ruang terbuka hijau, fasilitas olahraga, keagamaan, perkantoran, serta ketenteraman dan ketertiban umum. Selain itu, penyediaan fasilitas komersial mencakup hotel, pusat perbelanjaan, restoran, dan pusat rekreasi.
Sedangkan untuk menarik investor, Pasal 3 Perpres 75/2024 mengatur pemberian insentif dan fasilitas perizinan berusaha. Pasal 7 mengatur kontribusi pengelolaan Aset Dalam Penguasaan (ADP) oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) kepada pelaku usaha pionir dengan tarif hingga Rp0,00 atau pembayaran secara angsuran. Pasal 8 mengatur penanganan masalah penguasaan tanah ADP oleh masyarakat. Kemudian Pasal 9 (1) menyatakan bahwa Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali satu siklus kedua kepada pelaku usaha, yang dimuat dalam perjanjian. Pasal 9 (2) menyebutkan bahwa siklus tersebut diatur sebagai berikut: hak guna usaha untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
Terkait konsesi lahan (HGU-red), yang memunculkan polemik banyak pihah, menurut Rimun perlu penjelasan agar penafsiran tidak menjadi liar di ranah publik. “Pertanyaan yang masih tersisa adalah apakah masa HGU 95 tahun pada Perpres 75/2024 tersebut dilakukan secara bertahap, atau maksud bertahap siklus pertama 95 tahun dan siklus kedua 95 tahun. Ataukah untuk mencapai 95 tahun itu dilakukan secara bertahap yaitu 35 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun. Frase “berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi” pada Perpres 25/2024 Pasal 9 (2) harus dijelaskan secara jelas ke publik itu berlaku untuk yang mana,” tegas Rimun.
Akhirnya, Rimun memahami bahwa bila menuju 95 tahun secara bertahap, maka arti siklus 95 tahun yang diberikan kepada investor itu berupa perjanjian sebagaimana frase “yang dimuat dalam perjanjian” yang tertuang pada Pasal 9 (1). Artinya bukan hak atas tanah. Hal ini mengingat HGU baru berlaku secara sah sejak didaftarkan oleh Kantor Pertanahan dan pemegang HGU akan diberikan sertifikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak (PP 18/2021 Pasal 24). Hal ini penting untuk diketahui oleh para investor.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait