Hanif mengungkapkan bahwa 50 persen dari food waste ini berasal dari masyarakat, sementara sisanya atau sekitar 2.000 ton dihasilkan oleh usaha besar, seperti rumah makan dan hotel.
Setelah meninjau TPST Bantargebang beberapa waktu lalu, Hanif menyebut bahwa banyak sampah organik bercampur dengan sampah lainnya karena tidak dikelola dari hulu. Menurutnya, sampah organik seperti ini seharusnya tidak dibuang ke TPST, tetapi harus diolah langsung oleh pihak yang menghasilkan.
"Kami akan mewajibkan seluruh pelaku usaha besar untuk mengolah sampah organik mereka sendiri. Tidak boleh lagi dibebankan ke TPST Bantargebang," tegas Hanif.
Ia menyebutkan bahwa salah satu solusi yang akan diterapkan adalah pemanfaatan Black Soldier Fly (BSF) dan pengomposan. Metode ini dapat menghasilkan produk bernilai ekonomi, seperti pakan ternak, budidaya unggas, dan aquakultur.
Sebagai langkah konkret, Kementerian LH/BPLH akan bekerja sama dengan pemerintah provinsi dalam merumuskan kebijakan yang relevan.
"Kami akan memberikan berbagai bentuk insentif dan disinsentif untuk memastikan program ini berjalan baik. Jika masalah food waste bisa diatasi, berarti 50 persen masalah sampah Jakarta terselesaikan," ujar Hanif.
Hanif juga berharap agar program ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menerapkan konsep ekonomi sirkular dan memperkuat green economy.
“Saya yakin kalau kita bekerja sama, masalah sampah ini bisa selesai,” pungkas Hanif.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait