Ia menambahkan, ruang lingkup dan subtema konferensi mencakup berbagai isu penting, di antaranya transformasi digital dan teknologi hijau, inovasi biosains untuk ketahanan pangan dan resiliensi iklim, pemanfaatan kecerdasan buatan dan data sains dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), kewirausahaan sosial dan tata kelola inovatif, pendidikan kewargaan global dan komunikasi publik, hingga kajian hukum dan kebijakan publik dalam pembangunan berkelanjutan.
Konferensi ini dibuka dengan welcome speech oleh Chancellor UNIDA, Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H, yang menegaskan kembali pentingnya menghidupkan semangat Deklarasi Djuanda 1957 sebagai fondasi kedaulatan maritim Indonesia.
“Deklarasi Djuanda adalah tonggak penting dalam membangun kedaulatan kelautan Indonesia. Warisan pemikiran ini bergema jauh melampaui batas kepulauan kita dan menjadi relevan secara universal,” tegasnya.
Prof. Martin menjelaskan bahwa pengakuan internasional terhadap konsep negara kepulauan telah memperluas wilayah kedaulatan Indonesia secara signifikan, dari yang sebelumnya hanya daratan menjadi wilayah gabungan darat dan laut. Hal tersebut menjadikan laut sebagai aset strategis yang menentukan masa depan bangsa.
Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa amanat besar Deklarasi Djuanda kini menghadapi tantangan serius, salah satunya praktik ocean grabbing, yakni perampasan ruang laut dan sumber daya pesisir oleh aktor bermodal dan berkekuatan politik, yang berpotensi meminggirkan masyarakat pesisir dari ruang hidupnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait
