JAKARTA, iNewsBogor.id - Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), Prof. Hikmahanto Juwana angkat bicara terkait sejumlah aturan tentang produk tembakau dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Ia menyoroti masuknya usulan lembaga internasional Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam draf RPP UU Kesehatan.
Seperti, mengendalikan tembakau secara eksesif, mulai dari pelarangan iklan dan promosi produk tembakau, pengenaan pajak yang tinggi untuk produk tembakau, hingga pelarangan konsumsi di tempat umum.
”Saya mensinyalir LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) luar negeri berada di balik draf RPP Kesehatan. LSM ini sudah lama memberikan tekanan pada pemerintah untuk meratifikasi FCTC,” ucap Hikmahanto dalam keterangannya, Rabu (18/10/2023).
Aturan lain yang disoroti Hikmahanto, yakni, larangan iklan produk tembakau, larangan promosi dan sponsorship, larangan penjualan rokok eceran, larangan kegiatan CSR, larangan display produk hingga aturan kemasan minimal 20 batang per bungkus.
Serangkaian larangan penggunaan tembakau ini menurutnya perlu dikaji ulang oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), karena bisa mengancam keberlangsungan industri tembakau itu sendiri.
Menurutnya, dalam mengambil keputusan tentang aturan tembakau ini, Kemenkes perlu mempertimbangkan lebih banyak aspek.
Seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau, keberlanjutan sektor industri tembakau, serta penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
"Perlu disadari penerimaan negara dari cukai hasil tembakau bukan angka kecil. Nilainya mencapai 9 persen sampai 13 persen dari total penerimaan pajak negara," tuturnya.
”Isu kesehatan memang merupakan persoalan penting untuk jadi bahan pertimbangan dalam sebuah kebijakan publik. Namun demikian, kepentingan lain juga tidak boleh diabaikan," sambung Hikmahanto.
Senada, anggota Komisi IX DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menilai aturan produk tembakau di RPP Kesehatan merupakan pelaksana dari FCTC.
”Saya menegaskan ini sudah tidak benar. Hadirnya draft RPP ini sama saja (Kemenkes) ingin menjadi pelaksana dari FCTC. Kalau diperhatikan semua konsepnya sama. Saya sampai sekarang melarang FCTC diterapkan di Indonesia,” tegasnya.
Ia juga menekankan Indonesia tidak perlu mengadopsi FCTC sebab industri tembakau di Indonesia adalah bagian dari kedaulatan ekonomi negara.
Selain itu, produk tembakau juga merupakan warisan budaya dan leluhur bangsa.
“Industri tembakau merupakan ekosistem besar yang telah menciptakan jutaan lapangan kerja. Negara semestinya mengayomi salah satu kekayaan dan kebhinekaan ini. Masa yang seperti ini mau kita hilangkan,” pungkasnya.
Editor : Lusius Genik NVL