JAKARTA, iNewsBogor.id – Human Right Watch (HRW), sebuah organisasi internasional yang mengawasi dan melaporkan kekerasan dan pelecehan HAM, dalam World Report mereka, Kamis (11/01/2024) menyebut bahwa kepemimpinan Presiden Jokowidodo berakhir tanpa inisiatif berarti untuk menangani masalah HAM di Indonesia.
“Presiden Jokowi kurang memanfaatkan saat-saat terakhir masa jabatannya untuk mengurus problem HAM yang sudah lama dihadapi oleh rakyat Indonesia terkait agama, gender, dan etnis mereka,” kata Direktur HRW untuk wilayah Asia, Elaine Pearson.
Bertolak dari kenyataan itu, Elaine menyebut bahwa masalah HAM terancam diabaikan secara serius di periode kepemimpinan selanjutnya usai Pemilu 2024.
“Presiden berikutnya tak akan membuang waktu untuk menyelesaikan isu HAM yang diciptakan atau diabaikan oleh Presiden Jokowi,” lanjut Elaine.
Dalam World Report 2024 (edisi ke-34) setebal 740 halaman itu, HRW meninjau praktik HAM di lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia.
Dalam kata pengantar terhadap laporan itu, Direktur Eksekutif HRW, Tirana Hassan, menyebut bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang berdampak, tidak hanya bagi penindasan dan kekerasan terhadap HAM, tetapi juga bagi kemarahan selektif pemerintahan dan diplomasi transaksional dengan harga yang sangat besar bagi mereka yang tidak diperhitungkan dalam kesepakatan.
Meskipun demikian, Tirana menyebut masih ada tanda-tanda harapan yang menunjukkan kemungkinan jalan yang berbeda dan mengajak para pemimpin untuk secara konsisten memikul kewajiban mereka terhadap HAM.
Perihal kasus HAM di Indonesia, HRW dalam laporan mereka tersebut juga menyoroti UU Kekerasan (criminal code) yang telah disetujui oleh DPR pada Desember 2022 lalu dan akan efektif pada Januari 2026.
HRW menyebut bahwa pasal-pasal dalam UU yang baru itu melanggar hak-hak perempuan, kelompok agama minoritas, dan LGBT, serta merusak hak untuk berbicara dan berkelompok.
Persoalan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah terhadap orang Papua juga tak luput dari perhatian lembaga advokasi HAM ini.Organisasi ini menyinggung kesewenangan pemerintah menangkap dan mempersekusi masyarakat asli Papua karena menyatakan pandangan mereka mendukung pembebasan secara damai termasuk penutupan akses dan perjalanan ke Papua Barat terhadap media asing, diplomat, dan pengamat HAM.
Hal lain yang disorot ialah peraturan pemerintah daerah dan provinsi yang memaksa remaja putri dan perempuan dewasa untuk mengenakan hijab.
Merujuk pada laporan Komisi Nasional bidang Kekerasan terhadap Perempuan, pada bulan Agustus (2023), otoritas lokal telah memberlakukan 73 peraturan wajib berhijab dengan rentang sanksi mulai dari peringatan verbal sampai dikeluarkan dari sekolah atau tempat kerja, dan sanksi kriminal lebih dari tiga bulan di penjara.
Regulasi-regulasi ini disebut telah memicu penyebaran aksi perundungan terhadap remaja wanita dan perempuan dewasa yang tak mengenakan hijab, termasuk perempuan non-muslim.
Kasus lain ialah soal hak kaum LGBT yang sering diabaikan, bahkan dilanggar. HRW menyebut bahwa pernyataan-pernyataan bias pemerintah sering malah menyediakan justifikasi bagi kekerasan dan pelecehan terhadap kaum LGBT oleh para pejabat dan warga biasa. Pihak keamanan tak segan menangkap orang LGBT, menggerebek rumah mereka. Tak jarang kaum LGBT diusir oleh pemilik tanah atau tetangga mereka.
Akhirnya HRW menyimpulkan bahwa pemerintah Indonesia telah kehilangan kesempatan penting untuk memperbaiki HAM di kawasan.Indonesia menjadi ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) tahun 2023, tetapi blok ini saat bersamaan gagal mendesak junta militer di Myanmar untuk melaksanakan ketetapan-ketetapan dalam Lima Poin Kesepakatan yang disetujui di Jakarta pada April 2021 setelah kudeta militer di Myanmar pada Februari 2021 lalu.
Editor : Furqon Munawar