YOGYAKARTA, iNewsBogor.id - Ketua dan Pembina Kopi Gama melakukan konsolidasi di Jogja, sehari sebelum Debat Capres terakhir dilaksanakan Minggu (4/2/2024) besok. Dalam pertemuan ini mereka membahas soal kebudayaan yang menjadi tema debat dan menyempatkan silaturahmi ke Gus Muwafiq, da'i yang selalu menyampaikan ceramah tentang sejarah dan kebudayaan Nusantara.
"Strategi kebudayaan ini penting ya, sebagai pertahanan bangsa Indonesia untuk menghadapi gelombang globalisasi. Contohnya seperti Hallyu Korean Wave yang masuk ke ruang ruang privat masyarakat lewat teknologi internet di HP, terutama menjaga generasi milenial dan Gen Z yang hidup sebagai generasi digital native atau generasi yang hidup dengan kemajuan teknologi" ujar Teguh Haryono, Pembina Kopi Gama Indonesia dalam keterangan tertulis, Sabtu, (3/2/2024) siang.
Teguh berpendapat selama 10 tahun ini gerakan para seniman dan budayawan di Indonesia sudah cukup baik. Salah satu indikatornya sudah diadakannya Kongres Kebudayaan, Kongres Bahasa dan Munas Kebudayaan yang difasilitasi Pemerintah.
Sementara itu, menurut Gus Paox Iben, kebudayaan nusantara bangsa Indonesia selama ini mampu berhadapan (akulturasi) dengan kebudayaan bangsa lain. Contohnya lakon punokawan seperti Semar Petruk Gareng dan Bagong adalah karya Prabu Jayabaya membumikan cerita Ramayana dan Mahabarata dari peradaban Hindustan.
"Peradaban (kebudayaan) nusantara ini unik, selama ribuan tahun mampu beradaptasi dengan peradaban bangsa lain. Nenek moyang kita tidak menolak kebudayaan lain dan tidak terbawa arus budaya di luar nusantara. Justru leluhur kita ini mengharmonisasi kebudayaan lain dengan jati diri bangsa Indonesia" tutur Gus Paox Iben, Ketua Kopi Gama yang sempat menyambut kunjungan Ganjar Pranowo dengan parade Seni Barongan di Kendal Jawa Tengah.
Di sisi lain, Gus Muwafiq menyampaikan, Islam telah bergerak selama 800 tahun sebelum sampai di daratan Nusantara, transformasi Islam untuk memenuhi takdir sebagai agama yang membawa kesejukan bagi seluruh umat manusia memerlukan waktu tidak sebentar. Oleh karena itu, pertemuan antara konsep agama dan kebudayaan terjadi dimana pun, dengan karakter dan corak Islam di Indonesia sangat beragam, karena Indonesia dihuni oleh ratusan ribu budaya, suku, dan tradisi.
"Di Arab sana, haji adalah hal yang biasa. Di sini merupakan hal yang istimewa dan gelarnya melekat. Kalau di Jawa berubah menjadi Wak Kaji. Nabi Muhammad juga, sampai di Indonesia mendapat sapaan nama tambahan, Kanjeng Nabi. Shalat sebutannya berubah menjadi sembahyang. Ini kan kebudayaan, tapi agamanya dan substansinya tetap," jelas Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut.
Editor : Furqon Munawar