get app
inews
Aa Read Next : Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Komisi V DPR Dorong Sanksi Tegas untuk PO Bodong

Jaga Iklim Investasi, Anggota DPR Desak Penyalahgunaan Wewenang IUP & HGU Dibongkar

Senin, 18 Maret 2024 | 19:47 WIB
header img
Anggota DPR RI, Amin Ak, menegaskan transparansi dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin usaha, khususnya izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU), penting investasi. Foto: dpr.go.id

JAKARTA, iNewsBogor.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menegaskan transparansi dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin usaha, khususnya izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU), penting demi kenyamanan berinvestasi di Indonesia. Dia mengatakan hal tersebut dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (17/3).

“Karena itu dugaan penyalahgunaan kewenangan izin usaha termasuk izin usaha pertambangan (IUP) maupun hak guna usaha (HGU) harus dibuka secara terang benderang untuk kenyamanan berinvetasi di Indonesia,” tegas Anggota Komisi VI, Amin Ak menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta, Minggu (17/3).

Sebelumnya beredar kabar tentang dugaan "penyalahgunaan kekuasaan" yang melibatkan Ketua Satgas Penataan Pertanahan dan Penanaman Modal, yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Kepala BPKM, yaitu Bahlil Lahadalia. Dugaan tersebut mencakup penggunaan kewenangan yang tidak tepat terkait pencabutan dan pengembalian izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) untuk lahan pertambangan dan perkebunan.

Peningkatan kepercayaan akan dugaan penyalahgunaan kekuasaan ini disebabkan oleh fakta bahwa Menteri Bahlil sendiri memiliki perusahaan pertambangan dan industri ekstraktif lainnya yang beroperasi di bawah nama PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan PT Dwijati Sukses. Rumor juga beredar bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sering mendapat tawaran proyek dari pemerintah.

Indonesia Police Watch (IPW) telah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Pansus diharapkan dapat mengungkap persoalan ini melalui kewenangannya untuk menyelidiki serta mengumpulkan data dan fakta dari berbagai pihak yang terlibat.

“Ini harus dibuka seterang-terangnya agar publik tahu kebenarannya karena penting untuk menjamin kenyamanan investasi di Indonesia. Jika persoalan ini tidak dibuka terang benderang, investor baik dalam negeri maupun luar negeri akan was-was dengan keberlanjutan usahanya di Indonesia,” beber Amin.

Bisa dibayangkan, disaat mereka sudah berinvestasi dan mengeluarkan banyak upaya dan modal, kemudian tiba-tiba IPU dan HGU yang mereka tempati dipersoalkan. Kemudian jika dituding tidak mau bekerjasama, ijinnya akan dicabut. 

“Sudah pasti mereka akan was-was,” ujarnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, sejak awal penunjukkan Bahlil sebagai Ketua Satgas Pertanahan dan Investasi tumpang tindih secara kelembagaan. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi.

Kewenangannya juga sangat besar, termasuk memetakan pemanfaatan lahan untuk pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan hasil pencabutan IUP, HGU, dan izin pemanfaatan kawasan hutan. 

Ia mempunyai kewenangan untuk mencabut izin-izin tersebut, namun di sisi lain ia berwenang memfasilitasi badan usaha milik negara, perusahaan daerah, kelompok masyarakat, usaha kecil menengah, dan koperasi dalam memperoleh tanah. 
Kewenangannya semakin diperkuat ketika Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 yang memungkinkan gugus tugas tersebut mengidentifikasi lahan yang memenuhi syarat pencabutan izin dan menentukan nasibnya, termasuk alokasi pengelolaannya.

Kewenangan luas yang dimiliki gugus tugas tersebut memungkinkan dieksploitasi untuk keperluan pengadaan tanah oleh pihak-pihak yang dekat dengan penguasa, termasuk pembagian tanah untuk keperluan pemilu. 

Satgas tersebut diduga menghimpun dan mencabut banyak sekali izin pertambangan, kemudian disebarkan ke konstituen seperti organisasi masyarakat, kelompok usaha, koperasi, dan kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah. 

“Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran di antara banyak pemangku kepentingan di sektor ekstraktif SDA, sehingga memicu pertanyaan pelaku usaha. Tentu ini sangat mengganggu iklim investasi di tanah air,” pungkasnya.

Editor : Furqon Munawar

Follow Berita iNews Bogor di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut