Berbagai Tipe Rombongan di Mal Kota Bogor: Dari Rojali, Rohana hingga Romusa, Apa yang Mereka Cari?
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memberikan pandangannya terkait fenomena ini. Menurut Bhima, fenomena Rojali mencerminkan perubahan besar dalam pola konsumsi masyarakat, terutama setelah pandemi.
"Fenomena ini sudah cukup lama, tetapi setelah pandemi, semakin banyak orang yang hanya datang ke mal untuk jalan-jalan atau sekadar bersantai tanpa berbelanja. Hal ini terutama dipengaruhi oleh tekanan ekonomi yang menurunkan daya beli masyarakat," ujar Bhima.
Bhima menjelaskan bahwa kelas menengah adalah segmen yang paling terpengaruh, di mana banyak dari mereka yang harus menahan pengeluaran mereka karena inflasi, tingginya biaya hidup, dan beban cicilan utang.
"Masyarakat lebih fokus pada kebutuhan pokok daripada barang sekunder dan tersier yang biasa dijual di mal. Ini juga didorong oleh e-commerce yang menawarkan harga lebih murah dan promo menarik yang tidak tersedia di pusat perbelanjaan," jelas Bhima.
Bhima juga menambahkan bahwa pusat perbelanjaan kini harus beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen ini.
“Pusat perbelanjaan harus mengalihkan fokus mereka dari hanya menawarkan barang-barang sekunder dan tersier menjadi lebih banyak menyediakan hiburan, makanan dan minuman, serta tempat rekreasi keluarga. Mal yang beradaptasi dengan konsep ini cenderung lebih berhasil bertahan," tambah Bhima.
Fenomena Rojali ini diperkirakan akan berlanjut dalam jangka panjang, seiring dengan perubahan pola konsumsi yang didorong oleh faktor ekonomi dan teknologi. Bhima memperkirakan bahwa pusat perbelanjaan yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan ini akan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan daya tarik bagi konsumen.
Editor : Ifan Jafar Siddik