“Kita berusaha di Kota Bogor memastikan distribusinya berjalan dengan seadil-adilnya agar semua kebagian, namun demikian tentunya kita meminta pemerintah pusat agar bisa bergerak lebih cepat dan lebih tegas untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng (curah),” tegasnya.
Sementara itu, Pemilik depo, Rudy Gunarso Rusly menyebut, dikarenakan pasokan yang diterima dijatah pihak produsen sehingga stok yang ada berkurang cukup signifikan.
Rudy menambahkan, pihaknya taat pada peraturan pemerintah, terkait tata niaga minyak goreng saat ini. Yaitu tidak disalahgunakan, karena minyak goreng curah tidak boleh di repacking atau dikemas ulang, tidak boleh dijual ke industri besar, tidak boleh diekspor atau tidak boleh dijual ke pengusaha besar. Imbasnya, kuota yang diberikan kepada penjual atau pedagang pun terpaksa dibatasi.
Setiap harinya kata dia, paling sedikit menerima 20 ton hingga 60 ton per hari minyak goreng curah dari produsen. Setiap hari deponya mengeluarkan 40 ton untuk pelanggan atau warga yang sudah mulai datang sejak pukul 03.00 WIB untuk mengantre hingga sore hari. Jumlah yang diberikan untuk setiap orang dibatasi hanya 16 kilogram atau 1 dirigen.
Sistem penjatahan minyak goreng curah di depo miliknya tidak berlaku untuk pelaku UKM dan para pedagang kecil atau para pelanggan yang sudah dikenal.
“Untuk UKM, pedagang kecil atau produsen kita beri bebas sesuai keperluannya. Jadi kalau untuk usaha seperti para pelaku UKM selalu kita kasih, mau 10 dirigen saya beri agar produksi dan penghasilannya tetap. Untuk membedakan antara pelaku UKM atau untuk keperluan produksi dengan pedagang atau penjual warung adalah dengan menunjukkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sementara warung tidak memiliki SIUP,” kata dia.
Saat melakukan peninjauan di depo, Bima Arya didampingi Kepala Dinas Perdagangan, Industri dan KUKM (DinKUKMDagin) Kota Bogor, Ganjar Gunawan dan Camat Tanah Sareal, Sahib Khan.
Editor : Hilman Hilmansyah