Pada periode 1930-1941, Otto menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat semacam DPR yang dibentuk pada masa kolonial Belanda. Selama duduk di Volksraad sebagai wakil dari Paguyuban Pasunda, Otto sangat berani menyuarakan keyakinan suatu saat Indonesia pasti merdeka.
Lantaran pidato-pidato Otto pedas, mengancam eksistensi Belanda, akhirnya dia ditarik dari anggota Volksraad. Kemudian Otto fokus mengembangkan Paguyuban Pasundan.
Suara Otto yang lantang tentang keyakinan Indonesia pasti merdeka dan kecaman terhadap Belanda, dituangkan dalam tulisan surat kabar harian berbahasa Sunda, Sipatahunan di Bandung.
Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, Otto menjadi Pemimpin Surat Kabar Tjahaja (1942-1945). Pasalnya, pendudukan Jepang membubarkan semua organisasi pergerakan, termasuk Paguyuban Pasundan.
Bersama empat serangkai Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Mas Mansyur, Otto bergabung dalam Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Bahkan Otto diangkat jadi anggota Jawa Hokokai dan Pembela Tanah Air (Peta).
Menjelang runtuhnya kekuasaan Jepang, Otto menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Otto menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet pertama Republik Indonesia pada 1945. Otto bertugas mempersiapkan terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.
BKR kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan selanjutnya menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia” (ABRI) serta kini berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Saat mengemban tugas itu, ada salah satu laskar rakyat yang diduga tak puas dengan kebijakan Otto. Otto menjadi korban penculikan kelompok Laskar Hitam pada Rabu 31 Oktober 1945. Pada 20 Desember 1945, Otto ditemukan telah meninggal dunia di Pantai Masuk, Banten. Almarhum Otto lalu dimakamkan di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Di Lembang terdapat sebuah monumen bernama "Monumen Pasir Pahlawan" yang didirikan untuk mengabadikan perjuangan Otto Iskandardinata.
Atas jasa-jasanya merintis dan mempertahankan kemerdekaan, Otto Iskandardinata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait