Bahkan, bukan hanya korban yang tidak bisa melaporkan perbuatan Herry, tetangga maupun aparat kewilayahan pun tidak mengetahui aktivitas di dalam pondok pesantren yang dikelola Herry itu. "Tadi ada RT-nya dan warga sekitar, mereka tidak mengetahui kegiatan di dalam asrama itu dan kegiatan yang dilakukan terdakwa ini sangat tertutup dan antisosial," kata Asep.
Diketahui, Herry memiliki boarding school di bawah Yayasan Sosial dan Pendidikan Manurul Huda. Yayasan ini memiliki dua gedung, yakni di Cibiru yang dijadikan tempat belajar dan di salah satu kompleks perumahan di Antapani Kidul, Kota Bandung.
"Jadi tidak pernah berbaur. Masyarakat tidak pernah tahu kalau di situ ada kegiatan keagamaan dan sebagaianya. Bahkan, saat diundang (kegiatan masyarakat) pun terdakwa tidak pernah datang," katanya.
Diketahui, dalam sidang lanjutan hari ini, sebanyak tiga orang saksi dihadirkan, yakni saksi anak dan dua saksi dewasa. Untuk dua saksi dewasa merupakan pengurus atau RT di wilayah pondok pesantren yang dikelola Herry.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait