KH Sholeh Iskandar memulai perjuangannya sejak usia belia. Sebelum turun ke medan perang, pada tahun 1938 di daerah kelahirannya di Cibungbulang, Kabupaten Bogor, ia mendirikan organisasi pemuda Muslim bernama Subbanul Muslimin. Masa mudanya dihabiskan di medan perang. Ia tercatat sebagai Komandan Hizbullah pada tahun 1945-1947 di wilayah Bogor Barat, yang meliputi Leuwiliang dan Jasinga. Dari organisasi kepemudaan inilah, KH Sholeh Iskandar kemudian berjuang bersama pejuang kemerdekaan lainnya dalam gerilya melawan penjajah Belanda.
Keberaniannya dalam pertempuran melawan penjajah menjadikan KH Sholeh Iskandar dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan. Berbagai catatan perlawanan yang dilakukan bersama para pejuang lainnya kelak membuatnya mendapatkan pangkat Mayor, berdampingan dengan gelar KH yang diberikan oleh masyarakat. Beberapa perlawanan yang dipimpinnya, termasuk mengatur strategi melawan tentara Inggris dan Belanda di daerah Ciseeng, Parung, Depok, dan Kota Bogor pada masa Perjanjian Renville.
Salah satu jasa Mayor TNI KH Sholeh Iskandar yang paling dikenang adalah memimpin pasukan gerilya Batalyon Tirtayasa Siliwangi (1947–1950). Berkat kepemimpinannya, pasukan sekutu kalah telak dan terpaksa meninggalkan Bogor. Tidak hanya itu, Batalyon yang dipimpinnya juga berhasil menghancurkan dua Tank Sherman milik Belanda, sebuah aksi heroik yang diabadikan dalam Prasasti Perjuangan Masyarakat Bogor di Leuweungkolot, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, yang kini dikenal sebagai Kampung Tank.
Kepiawaian KH Sholeh Iskandar dalam strategi perang mempertahankan Bogor diakui oleh Belanda dan sekutunya. Para komandan Belanda saat itu mengakui bahwa Sholeh Iskandar adalah salah satu ahli strategi perang gerilya terbaik yang dimiliki Indonesia dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Selain dikenal sebagai pejuang tangguh, Sholeh Iskandar juga merupakan sosok yang visioner dan jauh melampaui zamannya. Pada usia 28 tahun, ia berhasil mengubah Kampung Pasarean, Kecamatan Pamijahan, menjadi perkampungan modern dengan tata ruang yang memenuhi standar kesehatan dan lingkungan yang baik. Inovasi ini membuat Kampung Pasarean diakui oleh UNESCO sebagai Desa Modern Pertama di Dunia Ketiga pada tahun 1953.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait