Dr Rimun juga mencatat bahwa metana (CH₄), meskipun jumlahnya lebih sedikit daripada CO₂, memiliki efek pemanasan yang jauh lebih besar dalam jangka pendek. Gas lain seperti dinitrogen oksida (N₂O), yang dihasilkan dari penggunaan pupuk nitrogen di pertanian, serta CFC yang berasal dari produk-produk industri seperti pendingin dan aerosol, juga berkontribusi besar terhadap pemanasan global.
Dampak di Bogor: Mengapa Suhu Meningkat?
Di Kota Bogor, yang seharusnya memiliki iklim yang lebih sejuk, efek rumah kaca kini mulai dirasakan dengan meningkatnya suhu rata-rata. "Urbanisasi dan meningkatnya aktivitas manusia di sekitar kota memperparah situasi. Gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kendaraan, industri, dan perubahan penggunaan lahan mempercepat proses pemanasan," jelas Dr. Rimun.
Selain itu, ia menambahkan bahwa pembangunan perkotaan juga berkontribusi melalui apa yang disebut sebagai pulau panas perkotaan. "Permukaan bangunan dan jalan-jalan di kota menyerap lebih banyak panas daripada permukaan alami seperti hutan atau tanah terbuka, yang menyebabkan suhu di daerah perkotaan menjadi lebih tinggi," tambahnya.
Dampak Global Efek Rumah Kaca
Dr. Rimun juga menjelaskan bahwa efek rumah kaca bukan hanya isu lokal, tetapi fenomena global yang menyebabkan pemanasan global. "Peningkatan suhu rata-rata global menyebabkan pencairan es di kutub, kenaikan permukaan laut, serta cuaca ekstrem seperti badai yang lebih sering dan lebih kuat. Ini semua adalah dampak dari peningkatan gas rumah kaca di atmosfer," jelasnya.
Pakar Ilmu Lingkungan UIKA Bogor, Dr. Rimun Wibowo saat menjadi narasumber di sebuah forum. (Foto : Istimewa/iNewsBogor.id)
Dampak tersebut juga mulai mempengaruhi pola musim di Indonesia, termasuk perubahan dalam curah hujan, yang mengakibatkan risiko lebih tinggi terhadap banjir dan kekeringan.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait