Peserta melewati proses yang menguji daya juang, kreativitas, dan keberanian mereka untuk keluar dari zona nyaman. Sebelum melangkahkan kaki menuju Cianjur, setiap siswa diwajibkan melakukan fundraising mandiri untuk membiayai keikutsertaan mereka—sepenuhnya tanpa bantuan orang tua.
Proses ini menuntut mereka turun langsung ke masyarakat, menawarkan produk buatan sendiri, menggalang donasi kreatif, hingga memanfaatkan media sosial untuk menjangkau publik. Lebih dari sekadar mencari dana, para siswa juga dilatih untuk menjual ide dan gagasan dengan meyakinkan, membangun kepercayaan calon kontributor, dan menunjukkan bahwa kegiatan ini layak didukung.
Ketua Pelaksana LKMD 2 2025, Muhammad Hamdan Fauzi, mengungkapkan bahwa tantangan menarik dalam fundraising adalah kemampuan berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal.
“Selain itu, kegiatan fundraising ini juga melatih kami untuk bersabar dan memahami kondisi para donatur yang kami temui,” ujarnya.
Pelajar SMAIT Insantama Bogor peserta long march tengah menyusuri jembatan kolong tol berjalan kaki sejauh 90 KM Bogor-Cianjur. (Foto : Istimewa)
Ia juga menambahkan bahwa belajar manajemen waktu menjadi hal yang penting, mengingat penggunaan laptop dibatasi oleh guru, sehingga mereka harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait
