"Jadi apabila terdapat perselisihan atau kegagalan pelaksanaan prestasi, maka konsekuensi hukumnya adalah wanprestasi, yang harus diselesaikan melalui mekanisme perdata, bukan dengan pemaksaan hukum pidana," katanya.
Disebutkan, penerapan pasal TPPU dalam perkara itu sangat dipaksakan, terlebih terdapat fakta transaksi sah yang justeru tidak dimasukkan dalam konstruksi perkara.
Hal ini, dituturkannya jelas menimbulkan dugaan kuat adanya ketidaklengkapan dan ketidakobjektifan penyidikan.
"Dari sisi formil, penangkapan terhadap klien kami dilakukan tanpa surat penangkapan yang sah pada saat tindakan dilakukan, dan baru diterbitkan dua hari kemudian. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian NRP penyidik dalam surat penangkapan, yang oleh hukum merupakan cacat serius dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan administratif," imbuhnya.
"Kami juga mencatat adanya pembatasan akses kuasa hukum terhadap klien, serta pernyataan-pernyataan yang merendahkan profesi advokat, yang jelas bertentangan dengan prinsip due process of law dan etika profesi," tambahnya.
Atas dasar tersebut, pihaknya menyatakan bahwa perkara ini tidak memenuhi unsur pidana, penahanan dan penitipan klien tidak sah secara hukum, Hak-hak klien telah dirampas secara sewenang-wenang.
"Oleh karena itu, kami menuntut agar klien kami dibebaskan demi hukum, serta proses penyidikan dihentikan segera. Apabila tidak dilakukan, kami akan menempuh seluruh upaya hukum yang tersedia, termasuk praperadilan dan langkah hukum lanjutan terhadap pihak-pihak terkait," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
