JAKARTA, iNewsBogor.id - Koordinator Forum Pemuda Pasifik (FPP) M Tahir Wailissa merespons informasi ekspor nikel ilegal yang dihembus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tahir meminta agar pemerintah provinsi dan DPRD Maluku Utara segera mengambil langkah untuk menghentikan ekspor nikel ilegal.
“Kita minta Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba bersama ketua DPRD Maluku Utara segera mengambil langkah penyelamatan agar semangat Presiden Jokowi tentang hilirasasi dapat berjalan maksimal sekaligus sebagai upaya serius menghentikan aktivitas ekspor ilegal ini," kata Tahir dalam keterangan tertulis, Minggu (2/7).
Tahir menjelaskan, KPK melalui Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Wilayah V telah mempublikasi dugaan ekspor biji nikel ilegal berdasarkan data Bea Cukai China. Oleh karenanya penting untuk semua pihak membuat terang dugaan ini.
“Kami kira jelas ya, KPK Melalui ibu Dian Patria itu. Sejak Januari 2020 hingga Juni 2022, ada sekitar 5 juta ton lebih ore nikel yang diduga diekspor secara ilegal dan berasal dari Maluku Utara dan Sulawesi. Sementara kita punya Bakamla, Bea Cukai, Pol Air serta Kantor Syahbandar dan Otoritas Jasa Pelabuhan (KSOP) yang melakukan pengawasan, tapi kok bisa lolos ya?," tanya dia.
Tahir menambahkan, sejak Januari 2020 Presiden Jokowi secara resmi telah melarang ekspor biji nikel. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019.
Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 itu cukup terang, mulai dari penelitian, pengolahan, dan pengusahaan Minerba.
Cakupannya meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan, dan pemurnian serta kegiatan pasca tambang.
Selain itu, masih banyak persoalan hilirisasi nikel Indonesia yang sampai saat ini belum jelas turunannya, smelter-smelter sebagian masih dalam perencanaan, sebagian dalam tahapan pembangunan, dan sebagian lain sudah beroperasi.
Hanya saja, infrastruktur penunjang itu belum terintegrasi untuk menghasilkan bahan setengah jadi. Kendala yang terjadi misalnya pada pendanaan, pasokan listrik, lahan dan perizinan. Yang tak kalah penting juga menyangkut surveyor yang didominasi perusahaan tertentu.
“itu di Halmahera Tengah, PT IWIP misalnya, berdasarkan informasi yang dihimpun, masih banyak lahan warga yang belum diselesaikan. Ada lahan perkebunan (Restan) yang suda digusur dan belum dibayar seluas 33,5 hektar, lahan bersertifikat yang sudah digusur dan belum dibayar seluas 15 hektare, lahan perkebunan yang sudah digusur dan belum dibayar seluas 919 hektare, lahan sudah digusur (DP) belum dilunasi seluas 362,5 hektar, lahan pembangunan jalan (suda digusur dan belum dibayar) seluas 185 Hektar," tutur Tahir.
“Penegak hukum silakan lakukan pendalaman pada perusahaan-perusahaan itu, PT. IWIP, ANTAM, dan perusahaan surveyor serta sejumlah pihak terkait. Sebab kuat dugaan kami, ada pihak-pihak yang mencoba mengabaikan kepentingan nasional dengan mengedepankan perusahaan asing," tambahnya.
Tahir mengatakan pihaknya meminta Pemprov Maluku Utara untuk lebih jeli melihat permasalahan tersebut. Ia meminta pemerintah memastikan segala aspek penunjang hilirisasi nikel ini benar-benar siap untuk menopang ekonomi nasional sesuai amanat undang-undang, mengingat daerah Maluku Utara merupakan salah satu penghasil nikel terbesar di Indonesia dan akan menerima akibat langsung dampak lingkungan.
Tahir mengecam jika Pemprov Maluku Utara tetap diam dengan tidak mengambil langkah-langkah solutif untuk menyelesaikan sejumlah masalah di daerah, maka ia bersama rekan-rekannya akan melakukan aksi besar-besaran untuk meminta KPK agar segera turun ke Maluku Utara
"Sebab diduga ada keterlibatan elite lokal dalam ekspor ilegal serta sejumlah masalah lain yang mengabaikan kepentingan nasional," katanya.
Editor : Ifan Jafar Siddik