JAKARTA, iNewsBogor.id – Pertemuan antara politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berbuntut panjang. Para aktivis dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) mengaku kecewa dengan apa yang dilakukan Budiman.
Langkah Budiman menemui Prabowo dipandang sebagai bagian dari upaya menghilangkan sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama era Orde Baru.
“Apa yang dilakukan oleh kawan kami, Budiman, sungguh langkah yang membuat kami kecewa karena dia menjadi bagian dari gerakan yang ingin melupakan sejarah masa lalu,” ujar Eks Sekretaris PRD Petrus Hariyanto di Kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Petrus mengatakan, Budiman, saat menjadi aktivis pro reformasi, merupakan simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.
Sebagai orang yang berjuang langsung di samping Budiman, Petrus sangat memahai betapa sulitnya menggulingkan Soeharto.
Menurut Petrus, bentuk perlawanan Budiman itu ditandai dengan mendirikan PRD pada 22 Juli 1996 silam.
“Saat itu kami, Budiman Sudjatmiko, saya, dan beberapa pengurus pusat mengeluarkan manifesto. Budiman berteriak dengan lantang, mari kibarkan panji-panji kedaualatan rakyat,” kenang Petrus.
“Manifesto politik kami menyimpulkan bahwa, satu tidak ada demokrasi di Indonesia saat itu. Kedua, 30 tahun lebih kekuasaan Soeharto, negara telah menghambat partisipasi politik rakyat. Hak-hak partisipasi politik rakyat dikekang dan dipasung oleh lima paket undang-undang politik dan dwi fungsi ABRI,” sambungnya.
Petrus sempat menyinggung kasus penculikan para aktivis dan mahasiswa yang berlangsung pada tahun 1998. Ia mengingatkan kepada Budiman bahwa para korban merupakan rekan seperjuangan.
Editor : Ifan Jafar Siddik