JAKARTA, iNewsBogor.id - Pasca diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Padahal, kejelasan terhadap posisi Airlangga dalam kasus tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp. 6,47 triliun ini sangat diharapkan publik, agar alur kasus tersebut bisa ditangani dengan baik.
Sebagaimana diketahui, Airlangga Hartarto disebut sebagai pihak yang memberikan izin kepada korporasi untuk melakukan ekspor CPO ke luar disaat dalam negeri kesusahan minyak goreng berbulan-bulan.
Menanggapi keterlibatan Airlangga Hartarto, Koordinator BEM Nusantara Ahmad Faruuq mengatakan, Kejagung tidak hanya menelusuri keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi minyak goreng ini, tetapi juga mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap ketua umum Partai Golkar tersebut, agar publik mengetahui sejauh mana keterlibatannya dalam tindakan melawan hukum itu.
“Keputusan kejaksaan Agung dalam pengambilan keputusan terkait Airlangga selaku menteri koordinator perekonomian yang terbukti bersalah dalam pengambilan keputusan harus segera di publikasi, agar masyarakat sipil segera mengetahui apakah benar bersalah atau tidak,” Ahmad Faruq kepada wartawan, Rabu (9/8).
Dalam pendalaman kasus korupsi CPO ini, kata Ahmad Faruuq, Kejagung harus lebih jauh menelusuri keterlibatan-keterlibatan korporasi dan pejabat lain yang turut terlibat, khususnya di Kementerian Perekonomian dan Kementerian Perdagangan.
Langkah penelusuran ini kata Faruuq semata-mata untuk menanggulangi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang merugikan banyak pihak.
“Pemberian sanksi yang tegas perlu dilakuan oleh Kejagung dan menjadikan efek jera dalam penanggulangan kasus yang merugikan petani kelapa sawit ini. Kejagung harus tegas menindaklanjuti pada siapapun yang terindikasi terlibat, meskipun sekelas menko sekalian,” ucapnya.
Ditegaskan Ahmad Faruuq, pihaknya tidak akan tinggal diam atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, apalagi dalam kasus ini pihak Kejagung belum menyentuh pihak-pihak yang berposisi sebagai pengambil kebijakan, dalam hal ini pejabat tinggi pemerintah.
Sejauh ini, kata Ahmad Faruuq, Kejagung baru menetapkan lima orang sebagai tersangka dan kelima orang itu adalah orang lapangan, bukan pengambil kebijakan.
Untuk itu, Ahmad Faruuq mengultimatum kepada pihak Kejagung agar terbuka dalam menangani kasus korupsi CPO ini, khususnya soal pengusutan keterlibatan para pejabat pemerintah, termasuk keterlibatan Airlangga Hartarto.
“Bilamana beberapa hari kedepan tidak adanya kejelasan dari Kejagung, maka kami akan mengajak seluruh elemen mahasiswa khususnya rekan seperjuangan kami BEM Pertanian yang konsen di bidang tersebut untuk terus kawal isu itu, dan kami menentang semua pihak yang hari ini berusaha menutup-nutupi kasus itu,” tegasnya.
Dijelaskan Ahmad Faruuq, dari awal isu korupsi CPO ini telah menjadi perhatian BEM Nusantara sejak 2021, dan ternyata ternyata benar adanya indikasi permainan di kasus CPO.
Faruuq merujuk keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2022, pengecer dapat menjual ke konsumen paling banyak setara 10kg/hari untuk 1 orang konsumen dengan berbasiskan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Akan tetapi menurutnya progam ini memunculkan banyak masalah diataranya kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasar membuat masyarakat sengsara, diduga akibat perbuatan Airlangga Hartarto yang memberikan izin ekspor kepada para eksportir minyak sehingga terjadi kelangkaan didalam negeri.
“Pada tanggal 18 juli 2023 Kejaksaan Agung memanggil Airlangga Hartanto untuk di periksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekpor minyak kelapa sawit mentah CPO. Menteri perekonomian itu terduga memberikan kebijakan yang pro terhadap oligarki minyak sawit yang terbukti jelas merugikan negara hari ini,” jelasnya.
Lebih jauh Ahmad Faruuq, para korporasi ini tidak mendukung kebijakan Kemendag dengan mengajukan permohonan permohonan izin tanpa memenuhi syarat distribusi domestik 20 persen, sebagaimana diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
“Pemerintah perlu memberikan atensi dan pembenahan tata niaga minyak goreng. Kasus ini lagi-lagi perlu dijadikan sebagai momentum evaluasi kebijakan, dan mengasesmen masalah dari hulu, yaitu industri sawit, hingga hilirnya,” harapnya.
“Dugaan korupsi PE CPO pada dasarnya adalah persoalan di sisi hilir akibat kebijakan yang tak matang, dan komitmen serta pengawasan kementerian perekonomian yang lemah. Penyelewengan kebijakan dan pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan-kepetingan oligarki sering terjadi,” tandasnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik