“Pendidikannya seperti apa? Ini sudah harus ada pemikiran seperti itu. Jangan tiba-tiba harus ada pasukan utuh besar,” imbuhnya.
Sementara itu, Pemerhati militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menganggap pembangunan kemampuan siber memang sangat penting untuk memperkuat pertahanan nasional dan kapabilitas negara. Namun, ia berpendapat bahwa wacana membentuk angkatan siber sekarang ini dianggap terlalu dini.
Menurutnya, sebaiknya pemerintah lebih dulu merumuskan visi keamanan siber. Visi ini akan menjadi panduan dalam mengembangkan kemampuan siber yang diperlukan untuk pertahanan nasional, serta merinci peluang dan tantangan yang mungkin muncul di masa depan.
"Termasuk bagaimana mengurusnya sesuai dengan wilayah ancaman, baik ancaman militer, nonmiliter, maupun hibrida," ungkap Khairul kepada wartawan, Senin lalu.
Lebih lanjut, dia menjelaskan saat ini serangan siber baru diakui sebagai salah satu bentuk ancaman dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN).
Namun, dalam regulasi tersebut, konsep ancaman siber belum didefinisikan dengan jelas. "Belum didefinisikan yang mask ke bentuk ancaman militer, nonmiliter, hibrida, atau bisa ketiga-tiganya," ujar Khairul.
Editor : Ifan Jafar Siddik