Jika mengacu kembali pada Road Map Pengembangan dan Pemanfaatan Batubara 2021-2045 dari Kementerian ESDM, proyeksi jumlah maksimum kebutuhan batubara untuk pembangkit energi kelistrikan umum, diperkirakan sebesar 131 juta ton dengan jumlah daya yang dihasilkan adalah sebesar 40,97 GW dari total jumlah pembangkit sebanyak 138 PLTU, yang dicapai pada mulai tahun 2026.
Sebagian dari kita tahu bahwa sebaran PLTU dengan daya terbesar berada di regional Jawa-Madura-Bali, yakni sebesar 22.444 MW dan akan bertambah menjadi 31.903 MW pada tahun 2029. Adapun untuk regional lain yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua-Nusa Tenggara, total daya PLTU batubara hanya berada pada porsi 46% dari total daya untuk regional Jawa-Madura-Bali.
Secara kesuluruhan, kebutuhan batubara untuk PLTU dalam negeri cukup besar dan layak untuk dipertahankan sebagai penyangga hingga bauran untuk sumber energi dari renewable energy mencapai target yang telah ditetapkan.
Dengan besarnya sumber daya dan cadangan batubara Indonesia, kontribusi batubara nasional sebagai sumber energi serta komoditas pertambangan untuk ketahanan energi nasional, diharapkan mampu terus berlanjut secara optimum sampai dengan akhir masa cadangan.
Sebagai informasi, harga batubara terus melesat dari waktu ke waktu. Meski harga di pasar global menjulang tinggi, perusahaan batubara tetap mematuhi kewajiban pasok untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO sebesar 25% dari rencana produksi, dengan harga yang ditetapkan pemerintah sebesar US$70 per metrik ton.
Meski jauh di bawah harga ekspor saat ini, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyatakan bahwa tingkat kepatuhan perusahaan batu bara terhadap DMO sejauh ini mendekati 100%. Pernyataan itu tentu menjadi sinyalemen baik bagi pelaku industri batubara Indonesia.
Editor : Lusius Genik NVL