JAKARTA, iNewsBogor.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menegaskan transparansi dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin usaha, khususnya izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU), penting demi kenyamanan berinvestasi di Indonesia. Dia mengatakan hal tersebut dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (17/3).
“Karena itu dugaan penyalahgunaan kewenangan izin usaha termasuk izin usaha pertambangan (IUP) maupun hak guna usaha (HGU) harus dibuka secara terang benderang untuk kenyamanan berinvetasi di Indonesia,” tegas Anggota Komisi VI, Amin Ak menanggapi pertanyaan awak media di Jakarta, Minggu (17/3).
Sebelumnya beredar kabar tentang dugaan "penyalahgunaan kekuasaan" yang melibatkan Ketua Satgas Penataan Pertanahan dan Penanaman Modal, yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Kepala BPKM, yaitu Bahlil Lahadalia. Dugaan tersebut mencakup penggunaan kewenangan yang tidak tepat terkait pencabutan dan pengembalian izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) untuk lahan pertambangan dan perkebunan.
Peningkatan kepercayaan akan dugaan penyalahgunaan kekuasaan ini disebabkan oleh fakta bahwa Menteri Bahlil sendiri memiliki perusahaan pertambangan dan industri ekstraktif lainnya yang beroperasi di bawah nama PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan PT Dwijati Sukses. Rumor juga beredar bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sering mendapat tawaran proyek dari pemerintah.
Indonesia Police Watch (IPW) telah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini. Pansus diharapkan dapat mengungkap persoalan ini melalui kewenangannya untuk menyelidiki serta mengumpulkan data dan fakta dari berbagai pihak yang terlibat.
“Ini harus dibuka seterang-terangnya agar publik tahu kebenarannya karena penting untuk menjamin kenyamanan investasi di Indonesia. Jika persoalan ini tidak dibuka terang benderang, investor baik dalam negeri maupun luar negeri akan was-was dengan keberlanjutan usahanya di Indonesia,” beber Amin.
Editor : Furqon Munawar