Antoni juga menambahkan bahwa sebelumnya mereka bersengketa dengan Primer Koperasi Veteran Indonesia (PRIMKOVERI), yang kemudian menggugat ke Mahkamah Agung namun ditolak.
"Tidak ada alasan bagi masyarakat untuk mengklaim bahwa tanah tersebut tidak sah dimiliki oleh klien kami. Kami memahami bahwa banyak petani dan pedagang telah lama menempati lahan tersebut, namun jika PT Natura City ingin melakukan penataan lahan, masyarakat harus legowo," ujarnya.
"Mereka menempati dan membangun di lahan milik klien kami, jadi jika kami meminta mereka mengosongkan, seharusnya mereka bersedia dengan ikhlas. Bukan malah meminta ganti rugi atau uang untuk pembongkaran sendiri. Mereka hanya 'numpang' di lahan itu, bukan menyewa," tambah Antoni.
Antoni melanjutkan, selama ini ketika kliennya melakukan penataan lahan dan pemagaran, masyarakat masih diberikan kompensasi waktu. Mereka masih bisa menanam singkong dan berjualan dengan leluasa. Namun, terlepas dari penolakan masyarakat, Antoni menegaskan bahwa pihak yang memperjualbelikan atau menyewakan lahan tanpa sepengetahuan PT Natura City harus bertanggung jawab.
"Kami akan mempersoalkan jika ada oknum-oknum seperti itu," tegasnya.
Antoni juga berharap masyarakat tidak terprovokasi oleh pihak yang ingin memperkeruh suasana.
"Selama pemagaran di lokasi tidak ada penolakan. Namun ketika ingin memasuki tahapan lebih lanjut, ada pihak yang diduga memanfaatkan agar perkara ini tidak kunjung selesai. Masyarakat bahkan memasang spanduk penolakan penggusuran yang akan dilakukan oleh PT Natura City," tambahnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik