BOGOR, iNewsBogor.id - Ratusan warga dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Suara Rakyat (Gemasura) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor.
Selain berorasi dan menyampaikan keluh kesahnya, massa aksi juga sempat mempertontonkan drama hujan koin recehan di depan Kantor BPN Kabupaten Bogor, sebagai bentuk jika BPN bisa dibeli dengan uang.
Tak hanya itu, massa aksi juga sempat menyapu pintu masuk kantor BPN Kabupaten Bogor, sebagai tanda jika instansi tersebut kotor dan tidak bersih dari oknum mafia tanah.
Koordinator aksi dari Gemasura, Zayyanul Iman, mengatakan sebanyak 2.390 perkara yang ditangani Sat Reskrim Polres Bogor pada 2022, 500 perkara di antaranya termasuk kasus sengketa kepemilikan tanah di Kabupaten Bogor.
Di mana setengah dari 500 perkara sengketa kepemilikan tanah tersebut diselesaikan secara restorative justice. Sisanya, perkara di Kabupaten Bogor sepanjang 2022 tersebut diselesaikan di meja persidangan.
Berdasarkan tipe 500 perkara sengketa kepemilikan tanah itu, ada beberapa di antaranya memasuki perkarangan rumah orang tanpa izin, menguasai lahan milik orang lain, dan sebagainya.
"Misalnya, kasus tanah terlantar di Kampung Kawung Luwuk, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan respons khusus atas kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor," katanya.
Perhatian tersebut terkait tanah-tanah terlantar di Kabupaten Bogor yang mencapai ribuan hektare. Bahkan, kasus sengketa tanah di Cijeruk menjadi fokus utama BPK RI, karena sikap membisu pejabat Kantor Pertanahan dalam menangani masalah ini.
Baru-baru ini ratusan warga terancam tanah mereka diambil alih oleh perusahaan, ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Desa Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
Mereka geram lantaran tanah milik mereka terancam diambil alih oleh salah satu perusahaan tambang. Sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tambang ini sudah terjadi selama hampir 40 tahun.
Pihak perusahaan mengklaim tanah seluas 40 hektare sebagai milik mereka, padahal warga setempat sudah mendiami tanah itu secara turun-temurun.
"Bahkan yang lebih mencengangkan, berdasarkan hasil investigasi kami, adanya dugaan mafia tanah dengan cara permainan lahan yang dilakukan oleh oknum BPN Kabupaten Bogor terhadap tanah seluas 34 hektare milik Kas Desa Bojong Koneng yang terjadi di Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor," ujarnya.
Zayyen bercerita ia mendapatkan penjelasan dari pihak desa bahwa Pemerintah Desa Bojong Koneng telah menguasai lahan seluas 34,1 Hektare sejak tahun 1960 yang tertera di buku C.
Kemudian di tahun 2007, atas keputusan Bupati Bogor, diterbitkan surat tentang persetujuan tukar menukar tanah kas desa seluas 34,1 Hektare di Desa Bojong Koneng, Babakan Madang yang dikuasai oleh Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan tanah seluas 105 hektare milik PT. Citra Kharisma Komunika di Desa Selawangi, Tanjungsari.
Sejak ditandatanganinya surat keputusan Bupati tersebut, diketahui di tahun 2011 tanah kas desa diperjualbelikan oleh pihak yang mengaku ahli waris H Abu Burhanudin kepada Drs. Moch Arifin.
Pada 13 Juni 2024, Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan ahli waris H Abu Burhanudin menandatangani akta perjanjian pelepasan tanah ahli waris kepada Pemerintah Desa Bojong Koneng seluas 34,1 Hektare.
Anehnya, dari pertemuan tersebut diketahui telah terbit sertifikat pengganti sebanyak enam sertifikat, dan parahnya, ahli waris ini tak pernah menerima fisiknya sama sekali sampai hari ini.
Padahal penerbitan sertifikat memerlukan suatu proses yang melibatkan pihak pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa, maupun pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas hak yang berhubungan dengan permohonan sertifikat tersebut.
Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang untuk terjadinya pemalsuan, kadaluwarsa, bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif sehingga timbul sertifikat cacat hukum.
"Kewenangan untuk melakukan pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah yang dianggap cacat berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011," ungkap Zayyen.
Dirinya mengaku akan terus mengawal kasus sengketa lahan di Kabupaten Bogor, terkhusus permasalahan Desa Bojong Koneng. Karena diduga ada campur tangan pihak BPN dalam penerbitan sertifikat pengganti.
Di sisi lain, Rizqi Barok, Koordinator Lapangan, meminta kepada Kementerian ATR/BPN supaya Kepala BPN Kabupaten Bogor dicopot, karena diduga telah melakukan perbuatan hukum sehingga telah banyak terjadi sengketa lahan di Kabupaten Bogor.
"Bahkan pada tahun 2022 Polres Bogor menangkap seorang BPN Kabupaten Bogor karena menjadi mafia tanah dengan memalsukan data di sertifikat. Kami tidak mau ada kejadian seperti itu lagi," tambah Rizqi.
Rizqi menduga praktik semacam ini tidak bisa dikerjakan oleh satu orang saja, tetapi ini sudah terstruktur dan sistematis. Makanya, aparat penegak hukum harus turun mengawasi dan menyelidiki dugaan tersebut.
"Kami bersama masyarakat Bojong Koneng sekitar 200 orang akan mengepung BPN Kabupaten Bogor pada Jumat nanti," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, Yuliana, enggan berkomentar mengenai beragam kasus pertanahan yang ada di Bumi Tegar Beriman.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor belum memberikan keterangan.
Editor : Ifan Jafar Siddik