JAKARTA, iNewsBogor.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti potensi terjadinya ketidakpastian harga komoditas, terkhusus pangan, di paruh kedua tahun 2023 ini.
Pemicunya yakni, fenomena alam El Nino dan Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiatives yang baru saja diumumkan Rusia, Senin (17/7), imbas dari meningkatnya tensi perang dengan Ukraina.
"Dan ini berarti pada paruh kedua tahun ini kita akan sangat dipengaruhi ketidakpastian dari komoditas, hampir mirip seperti 2022, ditambah dengan nanti el nino, ini menjadi sesuatu yang harus kita waspadai pada paruh kedua 2023 ini," ucap Sri Mulyani dalam acara Penyerahan Insentif Fiskal Kinerja Pengendalian Inflasi Daerah yang tayang di YouTube Kemenkeu, dikutip Selasa (1/8/2023).
Indonesia dipastikan terimbas tensi yang kian meningkat di tengah konflik Ukraina Rusia.
Sebab, bahan pangan Indonesia merupakan produk yang termasuk dalam Black Sea Grain Initiatives, seperti gandum hingga biji bunga matahari.
"Siapa yang pagi tadi sarapannya nasi atau roti atau bakmi atau makanan lain? Kalau ada kandungan wheat berarti Anda mengambil atau mendapatkannya most likely dari Ukraina dan Juli lalu Rusia mengakhiri perjanjian untuk distribusi di laut hitam yang merupakan lalu lintas dari wheat, termasuk sunflower," ungkap Ani.
Berbagai komoditas yang termasuk dalam Black Sea Grain Initiatives diprediksi mengalami lonjakan harga seperti pada 2022.
Komoditas pangan dimaksud, yang pastinya sangat terkait dengan Indonesia, yakni, minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang berimplikasi langsung ke harga minyak goreng.
"Tapi kalau sunflower enggak keluar dari Ukraina harga minyak goreng melonjak tinggi, makanya CPO kita pasti kena. Mengingatkan juga maka waktu itu krisis minyak goreng terjadi pada 2022 pada saat awal dari perang di Ukraina, ini yang saya sampaikan bahwa fenomena global akan mempengaruhi dan merembes ke seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia yang harus kita waspadai," tegas Sri Mulyani.
Situasi ini diyakini Ani membuat persoalan inflasi di tingkat global belum akan berakhir dalam waktu dekat meski trennya kini menuju normalisasi.
"Jadi masalah inflasi belum selesai, kita lihat kalau inflasi tinggi akan sebabkan banyak komplikasinya inflasi menggerus daya beli masyarakat dan oleh karena itu sebabkan demand turun. Kalau permintaan turun, maka kegiatan produksi juga akan mulai menurun," ucapnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait