Katanya lagi, “Banyak yang masih andalkan bisnisnya itu dari fasilitas kebijakan pemerintah. Termasuk fasilitas subsidi, modal penyertaan, dana penempatan, bailout ( talangan) ketika bangkrut dan lain sebagainya,”.
Suroto memberi ilustrasi, BUMN yang sudah right issue seperti BRI. Seharusnya konsisten ketika sudah listing di bursa maka sumber modal sepenuhnya dari pasar modal, bukan malah membebani negara lewat penyertaan modal negara.
“Bagaimana bisa perusahaan yang sudah listing di bursa saham lalu andalkan pendapatanya dari subsidi kredit program pemerintah?. Ini jelas tidak sehat dan hancurkan daya saing, moral kerja karyawan dan juga potensi moral hazard,” tandasnya.
Menurut Suroto, adalah ironi BUMN kita yang asetnya sudah trilyunan tapi laporan keuanganya masih belum teraudit atau unauditable, tidak ada transparansi, dan yang paling parah adalah bisnisnya banyak merugikan masyarakat.
“Ada juga BUMN tapi bisnisnya sebabkan konflik agraria dengan masyarakat, tempatnya rakyat sebagai pemilik perusahaan justru hanya jadi obyek kebijakan mereka. Seperti misalnya tarif yang mencekik,” kata Suroto.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait