Menurut Hari, tumpang tindih aturan yang harus segera dituntaskan adalah soalimplementasi PP 22 tahun 2022. Aturan ini menegaskan penerbitan izin PerusahaanPerekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang diterbitkan oleh Kemenhub harus dikonversi ke Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang diterbitkan oleh Kemenaker.
"Kemenhub harusnya sadar bahwa mereka sudah tidak punya kapasitas mengurus AKP migran,” tegas Hari.
Aksi peringatan Hari Migran Internasional kali ini diikuti tujuh organisasi lainmenyuarakan isu yang sama yakni Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Human Rights Working Group (HRWG), Solidaritas Perempuan (SP), Destructive Fishing Watch (DFW), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), dan Serikat Pekerja Greenpeace Indonesia(SPGI).
Berdasarkan catatan SBMI dan Greenpeace Indonesia, beragam praktik perbudakan dan eksploitasi yang menimpa para ABK atau awak kapal perikanan (AKP) migran. Banyak AKP migran asal Indonesia yang membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya hingga kini, tidak ada data pasti terkait jumlah ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.
Foto : iNewsBogor.id/ist.
Sementara itu, juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan apa yang menimpa ABK asalIndonesia bisa dicegah dengan mitigasi regulasi yang tepat. Berbagai instrumen hukum yang tumpang tindih saat ini membuat mekanisme pelindungan pada ABK tidak maksimal.
Editor : Furqon Munawar