JAKARTA, iNewsBogor.id - Akademi Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap terkait dengan situasi politik nasional menjelang Pemilihan Presiden 2024. Ada enam poin pernyataan yang ditujukan kepada penyelenggara negara, lembaga pemerintah, lembaga-lembaga survei, media massa, tim sukses dan partai politik, serta masyarakat luas.
Intinya, menurut Akademi Jakarta, pelbagai gejala sosial politik akhir-akhir ini menunjukkan situasi kebangsaan sedang mengarah kepada kehancuran nalar publik.
“Nalar publik diperlukan sebagai kesadaran kritis masyarakat untuk bisa menilai berbagai peristiwa, termasuk gagasan dan kebijakan yang semestinya didasarkan dan ditujukan pada kemaslahatan umum,” kata sastrawan Seno Gumira Ajidarma, Ketua Akademi Jakarta, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Poin pertama pernyataan Akademi Jakarta mengungkapkan bahwa manipulasi terhadap konstitusi merupakan wujud pengabaian prinsip-prinsip demokrasi. Praktik ini, karenanya, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka juga mengingatkan bahwa keberpihakan lembaga pemerintah kepada kontestan Pemilihan Presiden, “kontestan mana pun, dengan alasan apa pun, tidak dapat dibenarkan.” Sebab, jauh lebih penting adalah pencapaian sistem politik yang demokratis, di atas kemenangan kekuasaan salah satu kontestan.
Akademi Jakarta juga mengingatkan kepada media massa dan lembaga-lembaga survei untuk tunduk pada kaidah-kaidah kerja dan profesinya. Kode Etik Jurnalistik melarang wartawan untuk berpihak kepada peserta pemilihan umum dalam pemberitaannya. Terhadap lembaga-lembaga survei, Akademi Jakarta mewanti tentang etika ilmu pengetahuan yang memagari peneliti dari masuknya kepentingan politik ke dalam riset mereka.
“Pernyataan hari ini sekaligus menegaskan kembali Maklumat kami yang berjudul ‘Cegah Penghancuran Nalar Publik’ pada tahun 2022. Maklumat itu menggarisbawahi tentang menguatnya gejala praktik politik kekuasaan demi kekuasaan, alih-alih politik demi kebaikan hidup bersama,” imbuh Wakil Ketua Akademi Jakarta, Karlina Supelli.
Akademi Jakarta adalah suatu dewan kehormatan independen beranggotakan tokoh seniman dan/atau budayawan yang didirikan 24 Agustus 1970. Pertama kali dikukuhkan oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin. Rintisan pendiriannya dimulai tahun 1968, setelah Taman Ismail Marzuki diresmikan. Akademi ini merupakan dewan penasihat bagi Gubernur Jakarta dalam bidang kesenian dan kebudayaan (dalam arti luas).
Berikut pernyataan lengkap Akademi Jakarta berjudul “Demi Kebaikan Bersama”:
Berbagai gejala sosial politik menjelang Pemilihan Presiden 2024 mengisyaratkan sedang berlangsung kehancuran nalar publik yang melemahkan kebudayaan, serta mengancam keberlanjutan dan ketangguhan Indonesia sebagai bangsa dalam pembangunan demokrasi keberlanjutan.
Menyadari pentingnya nalar publik sebagai kesadaran kritis bersama untuk menilai berbagai peristiwa, gagasan dan kebijakan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum, Akademi Jakarta menyampaikan pernyataan:
1.Pengabaian terhadap prinsip-prinsip demokrasi dengan memanipulasi konstitusi merupakan praktik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2.Keberpihakan media dalam pemberitaan Pemilihan Presiden 2024 bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
3.Riset berbasis kepentingan politik melanggar etika ilmu pengetahuan.
4.Keterbukaan finansial dalam prosedur demokrasi adalah indikator kejujuran yang menentukan.
5.Keberpihakan lembaga pemerintah kepada kontestan mana pun, dengan alasan apa pun, tidak dapat dibenarkan.
6.Pencapaian sistem politik demokratis adalah hasil yang lebih penting daripada kemenangan salah satu kontestan.
Taman Ismail Marzuki,
Jakarta, 4 Desember 2023
Akademi Jakarta
Seno Gumira Ajidarma (Ketua)
Karlina Supelli (Wakil Ketua)
Afrizal MalnaArmantoro
Bambang Harymurt
iKusmayanto Kadiman
Melani BudiantaI.
Sandyawan Sumardi
Syamsuddin Ch. Haesy
Tisna Sanjaya
Zeffry Alkatiri
Editor : Furqon Munawar