Pada 13 Juni 2024, Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan ahli waris H Abu Burhanudin menandatangani akta perjanjian pelepasan tanah ahli waris kepada Pemerintah Desa Bojong Koneng seluas 34,1 Hektare.
Anehnya, dari pertemuan tersebut diketahui telah terbit sertifikat pengganti sebanyak enam sertifikat, dan parahnya, ahli waris ini tak pernah menerima fisiknya sama sekali sampai hari ini.
Padahal penerbitan sertifikat memerlukan suatu proses yang melibatkan pihak pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa, maupun pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas hak yang berhubungan dengan permohonan sertifikat tersebut.
Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang untuk terjadinya pemalsuan, kadaluwarsa, bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif sehingga timbul sertifikat cacat hukum.
"Kewenangan untuk melakukan pembatalan terhadap sertifikat hak atas tanah yang dianggap cacat berada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 73 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011," ungkap Zayyen.
Dirinya mengaku akan terus mengawal kasus sengketa lahan di Kabupaten Bogor, terkhusus permasalahan Desa Bojong Koneng. Karena diduga ada campur tangan pihak BPN dalam penerbitan sertifikat pengganti.
Di sisi lain, Rizqi Barok, Koordinator Lapangan, meminta kepada Kementerian ATR/BPN supaya Kepala BPN Kabupaten Bogor dicopot, karena diduga telah melakukan perbuatan hukum sehingga telah banyak terjadi sengketa lahan di Kabupaten Bogor.
"Bahkan pada tahun 2022 Polres Bogor menangkap seorang BPN Kabupaten Bogor karena menjadi mafia tanah dengan memalsukan data di sertifikat. Kami tidak mau ada kejadian seperti itu lagi," tambah Rizqi.
Editor : Ifan Jafar Siddik