Perhatian tersebut terkait tanah-tanah terlantar di Kabupaten Bogor yang mencapai ribuan hektare. Bahkan, kasus sengketa tanah di Cijeruk menjadi fokus utama BPK RI, karena sikap membisu pejabat Kantor Pertanahan dalam menangani masalah ini.
Baru-baru ini ratusan warga terancam tanah mereka diambil alih oleh perusahaan, ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Desa Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
Mereka geram lantaran tanah milik mereka terancam diambil alih oleh salah satu perusahaan tambang. Sengketa lahan antara warga dengan perusahaan tambang ini sudah terjadi selama hampir 40 tahun.
Pihak perusahaan mengklaim tanah seluas 40 hektare sebagai milik mereka, padahal warga setempat sudah mendiami tanah itu secara turun-temurun.
"Bahkan yang lebih mencengangkan, berdasarkan hasil investigasi kami, adanya dugaan mafia tanah dengan cara permainan lahan yang dilakukan oleh oknum BPN Kabupaten Bogor terhadap tanah seluas 34 hektare milik Kas Desa Bojong Koneng yang terjadi di Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor," ujarnya.
Zayyen bercerita ia mendapatkan penjelasan dari pihak desa bahwa Pemerintah Desa Bojong Koneng telah menguasai lahan seluas 34,1 Hektare sejak tahun 1960 yang tertera di buku C.
Kemudian di tahun 2007, atas keputusan Bupati Bogor, diterbitkan surat tentang persetujuan tukar menukar tanah kas desa seluas 34,1 Hektare di Desa Bojong Koneng, Babakan Madang yang dikuasai oleh Pemerintah Desa Bojong Koneng dengan tanah seluas 105 hektare milik PT. Citra Kharisma Komunika di Desa Selawangi, Tanjungsari.
Sejak ditandatanganinya surat keputusan Bupati tersebut, diketahui di tahun 2011 tanah kas desa diperjualbelikan oleh pihak yang mengaku ahli waris H Abu Burhanudin kepada Drs. Moch Arifin.
Editor : Ifan Jafar Siddik