JAKARTA, iNewsBogor.id – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo angkat bicara soal Jusuf Hamka yang menagih utang negara sebesar Rp800 miliar pada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
Pembayaran yang dimohonkan Jusuf Hamka, menurut Prastowo adalah pengembalian dana deposito CMNP yang ditempatkan di Bank Yama, yang kolaps pada saat krisis tahun 1998.
Namun, pengembalian deposito CMNP tidak dapat dilakukan karena pemerintah mengganggap perusahaan tersebut terafiliasi langsung dengan Bank Yama yang dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto.
“Maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tersebut tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama. Sehingga permohonan pengembalian ditolak oleh BPPN sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan,” ucap Prastowo saat dikonfirmasi Kamis (8/6/2024).
Menurut Prastowo, CMNP tidak menerima keputusan BPPN, sehingga mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Kendati demikian, gugatan tersebut dikabulkan, sehingga pemerintah dihukum untuk mengembalikan deposito beserta bunganya pada perusahaan Jusuf Hamka.
“Meskipun demikian, pembayaran deposito tersebut bukan disebabkan negara punya kewajiban kontraktual kepada CMNP. Hakim berpendapat bahwa Negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito CMNP,” ujar Prastowo.
“Dengan demikian negara dihukum membayar dari APBN untuk mengembalikan deposito CMNP yang disimpan di bank yang juga dimiliki pemilik CMNP,” sambungnya.
Permohonan pembayaran utang pada perusahaan Jusuf Hamka, menurut Prastowo sudah direspon oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada lawyer-lawyer yang ditunjuk oleh CMNP. Kendati demikian, Kemenkeu tetap perlu berhati-hati dalam memenuhi hak CMNP.
“Mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan Negara, maka pelaksanaan putusan tersebut harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian,” tutur Prastowo.
“Untuk itu, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian baik dari sisi kemampuan keuangan negara dalam rangka menjaga kepentingan publik yang perlu dibiayai negara maupun penelitian untuk memastikan pengeluaran beban anggaran telah memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan Negara,” pungkasnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik
Artikel Terkait