Mengenai implikasi putusan bebas Haris dan Fatia, Dadang menegaskan vonis ini seharusnya menjadi acuan penting bagi aparat penegak hukum dalam menyusun standar perbaikan, menerima laporan, dan menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Terlepas dari delik aduan, kata Dadang, penegak hukum harus mempertimbangkan aspek linguistik dan budaya, serta memperhatikan konteks saat seseorang mengeluarkan pernyataan untuk mencegah pemborosan penggunaan hukum pidana.
“Walaupun deliknya merupakan delik aduan, tetapi penegak hukum harus melihat dari sisi linguistik dan budaya serta perlu memperhatikan kondisi seseorang pada saat mengatakan kalimat yang di ucapkanya apakah bentuknya guyonan, parodi, roasting, atau kritik yang tidak disukai seseorang yang dilaporkan langsung diproses sehingga mencederai tujuan dari hukum pidana sebagai ultimum remedium,” papar Dadang.
Dalam menyikapi tugas penegak hukum, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan, Dadang mengingatkan kehati-hatian yang diperlukan dalam penyelidikan dan penyidikan. Proses pembuktian dalam penetapan tersangka menurut dia harus dilakukan tanpa melanggar hak asasi dan menghindari praktik kriminalisasi.
"Vonis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi pembelajaran bahwa hukum tidak hanya tentang kepastian, melainkan juga kemanfaatan dan arah keadilan yang mendalam,” katanya
Alumni Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta ini menegaskan pentingnya pembuktian yang sempurna untuk menyempurnakan proses administrasi pidana, sambil mempertanyakan tujuan kasasi kejaksaan.
Editor : Furqon Munawar
Artikel Terkait