Dalam kata pengantar terhadap laporan itu, Direktur Eksekutif HRW, Tirana Hassan, menyebut bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang berdampak, tidak hanya bagi penindasan dan kekerasan terhadap HAM, tetapi juga bagi kemarahan selektif pemerintahan dan diplomasi transaksional dengan harga yang sangat besar bagi mereka yang tidak diperhitungkan dalam kesepakatan.
Meskipun demikian, Tirana menyebut masih ada tanda-tanda harapan yang menunjukkan kemungkinan jalan yang berbeda dan mengajak para pemimpin untuk secara konsisten memikul kewajiban mereka terhadap HAM.
Perihal kasus HAM di Indonesia, HRW dalam laporan mereka tersebut juga menyoroti UU Kekerasan (criminal code) yang telah disetujui oleh DPR pada Desember 2022 lalu dan akan efektif pada Januari 2026.
HRW menyebut bahwa pasal-pasal dalam UU yang baru itu melanggar hak-hak perempuan, kelompok agama minoritas, dan LGBT, serta merusak hak untuk berbicara dan berkelompok.
Persoalan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah terhadap orang Papua juga tak luput dari perhatian lembaga advokasi HAM ini.Organisasi ini menyinggung kesewenangan pemerintah menangkap dan mempersekusi masyarakat asli Papua karena menyatakan pandangan mereka mendukung pembebasan secara damai termasuk penutupan akses dan perjalanan ke Papua Barat terhadap media asing, diplomat, dan pengamat HAM.
Editor : Furqon Munawar