get app
inews
Aa Read Next : Jelang Porprov Jabar 2026, KONI Kota Bogor Memulai Test Fisik dan Cek Kesehatan Atlet

Industri Spa Ramai-Ramai Tolak Keras Pajak 40-75% UU HKPD: Ini Bukan Hiburan, Tapi Kesehatan

Kamis, 18 Januari 2024 | 19:14 WIB
header img
Ketua WHEA, Agnes Lourda Hutagalung, menolak tegas aturan UU HKPD yang mengenakan pajak 40-75% untuk industri spa. Industri spa disebut bukan hiburan, tapi kesehatan. (Foto: iNews/Alpin).

JAKARTA, iNewsBogor.id - Industri spa di Indonesia yang tergabung dalam Welness and Healthcare Enterpreneur Association (WHEA), Indonesia Welness Master Association (IWMA) dan Indonesia Welness SPA Professional Association (IWSPA) menolak keras dikategorikan sebagai industri hiburan khusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Pengusaha spa yang juga Ketua WHEA, Agnes Lourda Hutagalung, menolak tegas aturan ini. Ia merasa keberatan dengan bisnisnya yang dikenakan pajak 40-75% berdasarkan UU HKPD tersebut.

Ia berharap kebijakan ini dapat diubah atau dibatalkan. Lourda sebelumnya telah menghadap DPR RI untuk menyampaikan penolakan ini, namun belum ada tanggapan lebih lanjut dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dipimpin oleh Sandiaga Uno.

"Setelah banyak perdebatan, baru muncul pernyataan dari Menteri Sandiaga Uno, namun pernyataannya masih mengambang," kata Lourda dalam konferensi pers di PENN Deli, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).

Lourda juga mempertanyakan dasar pengenaan pajak spa sebesar 40-75%. Menurutnya, angka tersebut terlalu tinggi dan merasa seolah-olah 'dirampok'. Ia menduga kenaikan utang pemerintah untuk pembangunan infrastruktur menjadi alasan kenaikan pajak ini.

"Kami merasa diperlakukan tidak adil. Coba lihat, di negara mana di dunia ini ada pajak sebesar itu? Apakah angka itu diperoleh dari angin?" tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum IWSPA Yulia Himawati menegaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa, bisnis spa seharusnya tidak termasuk dalam kategori industri hiburan, melainkan industri kesehatan.

“Kami sangat kecewa dengan penempatan spa sebagai jenis hiburan. Ini membuat kami harus melihat kembali kementerian yang menaungi kami, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," kata Yulia di tempat yang sama.

Usaha Spa Bukan Hiburan, Tapi Untuk Kesehatan

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019, Usaha Spa didefinisikan sebagai usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga, dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

Yulia menegaskan, berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa layanan bisnis spa adalah untuk kesehatan, bukan untuk hiburan. Ia juga menambahkan bahwa spa sendiri merupakan kepanjangan dari Salus Per Aquam atau Sanitas Per Aquam, yang berarti kesehatan melalui air.

"Oleh karena itu, sangat aneh jika pemerintah dan DPR mengkategorikan spa sebagai jenis hiburan. Kami sangat menyesalkan hal ini. Kami tidak menginginkan hal tersebut karena kami adalah profesional dalam bidang ini, memiliki sertifikasi, mengikuti pelatihan yang tidak mudah, dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam menjalankan spa profesional," ungkapnya.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pajak hiburan dikategorikan sebagai objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Pasal 58 UU tersebut menetapkan tarif PBJT paling tinggi 10%. Namun, tarif PBJT khusus untuk jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan antara 40% hingga 75%.

Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen atas barang atau jasa tertentu. Jika tidak ada pembayaran yang terjadi, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah daerah terkait. PBJT ini dipungut oleh pemerintah kabupaten atau kota.
 

Editor : Furqon Munawar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut