PP GMKI melihat adanya sejumlah ketidakpastian setelah keputusan tersebut. Hulu menyebutkan bahwa putusan MK tidak meraih konsensus penuh, dengan pandangan bersama dari dua hakim dan pandangan berbeda dari empat hakim.
Menurut PP GMKI, MK seharusnya bertindak sebagai legislator negatif, sementara legislator positif berada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“MK seharusnya bertindak untuk membatalkan peraturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) dan sebagai pelindung hak asasi manusia. Namun, dalam putusan tersebut, muatan politis dianggap terlalu dominan dalam konstitusi,” tuturnya.
Selain itu, Ketua MK memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Jokowi, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan aturan terkait dengan konflik kepentingan ini, yang mengharuskan hakim mengundurkan diri jika terlibat hubungan keluarga. Namun, Anwar Usman, Ketua MK, tetap terlibat dalam pengambilan keputusan pada perkara tersebut.
"UU tersebut dengan tegas menjelaskan tindakan yang harus dilakukan jika hakim punya hubungan kekeluargaan. Seharusnya tidak ada alasan Ketua MK untuk ikut serta," lanjutnya.
Editor : Ifan Jafar Siddik