Regulasi yang tertuang dalam Perda Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok bertujuan untuk melindungi perokok pasif dari paparan asap rokok orang lain. Ini tak lain untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan segar tanpa asap rokok sekaligus mencegah perokok pemula di kalangan anak dan remaja.
“Kami juga ingin mewujudkan Kota Bogor sebagai kota layak untuk anak dan keluarga,’’ tegas Ika.
Lebih jauh Ika menerangkan, seiring kemajuan zaman dan teknologi, Pemkot merevisi Perda tersebut pada 2018 dengan beberapa poin penting yang direvisi, diantaranya memasukkan definisi rokok elektrik seperti vape dan shisha sebagai salah satu bentuk produk rokok.
Selain itu revisi juga mengatur penyediaan ruang merokok di tempat kerja dan tempat umum serta persyaratannya, yakni menambah larangan penjualan rokok bagi anak di bawah usia 18 tahun, melarang iklan, promosi dan sponsorship rokok dalam bentuk apapun di Kota Bogor. Pada regulasi baru tersebut juga menambahkan kewajiban pengelola melakukan pengawasan internal atau membentuk satgas internal dan meniadakan asbak.
Wali Kota Bogor Bima Arya bersama para pegiat Anti Rokok. (Foto : Istimewa)
Pemkot Bogor juga melakukan kajian untuk mengantisipasi terhadap kondisi terbaru salah satunya melalui survei perilaku merokok dan implementasi Perda KTR pada anak sekolah di 30 sekolah Kota Bogor pada 2019. Survei tersebut bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.
Editor : Furqon Munawar