Hendriek menuturkan, perusahaan-perusahaan yang menanamkan modalnya di Kabupaten Bekasi, harus menerapkan aturan kuota khusus untuk warga asli Bekasi dan anak-anak yang baru lulus sekolah.
"Bekasi ini harus punya satu tatanan bagaimana lowongan pekerjaan ke depannya bisa merata. Di pabrik-pabrik harus diisi paling tidak sebagian pekerjanya ber-KTP Bekasi," katanya.
"Harapan saya ada satu peraturan daerah dari bupati yang mengelaborasi SMA dan SMK harus langsung ada satu kurikulum atau silabus yang mengajarkan dunia industri seperti apa. Contoh terkait kebutuhan dunia kerja, kebutuhan sikap kerja, di sekolah belum diajarkan itu," sambungnya.
Menurut Hendriek, problematika Bekasi sangat kompleks. Meski terkenal sebagai daerah industri besar, namun belum seluruh warga Bekasi menikmati lapangan pekerjaan yang disediakan. Kebanyakan karyawannya adalah pendatang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Karena itu, Hendriek juga berharap pada pemerintah agar melihat masalah hidup di Kabupaten Bekasi dan menekankan pada program padat karya derta bantuan kepada para petani.
"Kita jangan bilang Bekasi 8000 pabrik tapi pengangguran-pengangguran bertebaran
APBD Bekasi tiap tahun 7 triliun, tapi hampir setiap tahun 1 triliun tak terpakai. Kelebihan anggaran ini harusnya dimanfaatan untuk masyarakat pinggiran. Misalnya di sini petani belum memiliki BPJS kesehatan," katanya.
Editor : Furqon Munawar