get app
inews
Aa Text
Read Next : Ramalan Jayabaya: Makna dan Pesan untuk Masa Depan Pulau Jawa

Daulat Budaya Nusantara Apresiasi Komitmen Indika Energy Rawat Kebudayaan

Rabu, 25 Oktober 2023 | 13:10 WIB
header img
Rombongan tim Daulat Budaya Nusantara. (Foto : Istimewa)

“Di bulan Suro atau Muharam, banyak warga masyarakat wilayah pegunungan Muria dan sekitarnya naik kesini. Banyak yang ziarah ke Puncak Songolikur tempat petilasan Tri Tunggal : Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Wening dan Sang Hyang Tunggal. Beberapa hanya mendaki gunung Muria menikmati keindahan alam” jelas Gus Hamid, penggerak Dunia Santri Comunnity yang asli dari dari Jepara.

Hiking atau jalan pendakian menuju puncak Songolikur membutuhkan waktu sekitar 2 jam jalan kaki untuk seorang pendaki pemula. Sementara untuk para porter warga lokal hanya butuh waktu satu jam. Jalurnya terjal antara 30-45 derajat kemiringannya. Beberapa trek diberi alat bantu mendaki seperti tali webing dan tiang kayu yang diikat ke pohon perdu yang dikenal warga lokal dengan nama Wit Pranakan (Sebuah pohon yang tumbuh sampai di puncak Songolikur).

“Sang Hyang Wenang artinya yang berwenang kuasanya, Sang Hyang Wening artinya yang jernih dan sangat tenang dan Sang Hyang Tunggal artinya hanya ada satu dzat (Tuhan) atau Esa yang mengendalikan alam raya” tegas Sujiwo Tejo, Ki Dalang yang akan meruwat dengan wayangan di Lapangan Sono Keling, Desa Keling, Kecamatan Keling Jepara pas tanggal 4 November 2023 nanti.

Setelah menanam pring kuning dan mengikat pita merah putih di Puncak Songolikur, sebagai ritual penghormatan kepada para leluhur di petilasan-petilasan, rombongan kecil Daulat Budaya Nusantara kemudian turun gunung dan melanjutkan perjalan ke Pulau Karimunjawa untuk menjalankan ritual di beberapa makam penting. Antara lain makam Sunan Nyamplungan dan Sayyid Abdullah Sunan Legon Kluwak.


Tim Daulat Budaya Nusantara dalam perjalanan menuju puncak Songolikur. (Foto : Istimewa)

 

“Karimunjawa ini pulau yang sangat penting dalam konteks sejarah peradaban nusantara, sebab pulau ini menjadi wilayah singgah sebelum koloni India masuk ke Jawa mendirikan kerajaan -kerajaan bercorak Hindu dan Budha (Kalingga). Juga tempat ampiran Syech Subakir yang membawa koloni Arab sebelum menyebarkan Isalm ke Jawa dan menjadi Crimon Jawa State atau pulau tempat buangan (penjara) penjahat/ bajak laut saat Carel Rudolph von Michalofski memerintah menjadi Asisten Residen Belanda selama 20 tahun anatara 1818 – 1838 di Pulau Karimunjawa," terang Kyai Paox Iben, pengasuh Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo yang juga peneliti budaya nusantara.

Editor : Furqon Munawar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut